Selasa, 06 Mei 2014

Kamu adalah Guruku

Ada yang berbeda di hari Minggu yang lalu, 4 Mei 2014. Aku bertemu kembali dengan anak-anak setelah hampir dua pekan tak berjumpa. Aku segera menuju ponpes. Dari kejauhan, mereka sudah memanggilku "Ustadzah.... Ustadzah.". Aku disambut dengan senyum tulus mereka. "Ustadzah, kita belajar disaung ini. Saung belakang dipakai", ujar Muh. Aku hanya menganggukan kepala pertanda mengiyakan. Sebenarnya aku tak mau dipanggil Ustadzah, cukup panggil aku "Kakak". Awalnya mereka menyetujui, tapi lamalama kelupaan. Mungkin mereka terbiasa memanggil dengan Ustadz/Ustadzah apalagi berada dilingkungan pesantren.

"Ustadzah, kelas kita sudah siap", ujar Kaisha. 
"Hayoo... Kita ke kelas.", sahutku. Langkahku dikuti langkah mereka.

Setiap weekend, aku berbagi dengan anakanak tahfidz. Mereka adalah anakanak tahfidz yang berusia 6-8 tahun. Ada tahfidz lelaki (Disebut Banin), terdiri dari Muhammad, Kaisha, Ibrahim, Ri'fan, Hazim, Hakam, Bahrudin. Ada tahfidz perempuan (disebut Banat), terdiri dari Adel, Dhea, dan Rahma. Aku berbagi dengan mereka sudah hampir 3 bulan. Aku ingin mempraktikan apa yang aku dapati. Alhamdulillah Allah mengirimkan mereka sebagai trial and eror untuk mempraktikan ilmu karakter yang aku pelajari selama ini.

Setahun ini, aku mempelajari tentang ilmu karakter, terutama parenting. Banyak hal yang aku praktikan dalam diriku sendiri, seperti the magic word ( Terimakasih, tolong, minta maaf, permisi). Setelah aku praktikan ternyata hasilnya luar biasa. Karena aku sudah merasakan hasilnya maka aku ingin berbagi dengan orang sekitarku. Bahkan aku ingin menerapkan kepada anakanak. Anakanak adalah generasi penerus untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik. Pinjam istilah Ayah Edy yaitu Indonesia strong from home. Indonesia kuat dari rumah. Anakanak tidak ada yang salah, yang salah adalah orangtua yang belum mampu mendidik sesuai dengan sifat bawaan si anak. Dengan aku berbagi tersebut aku banyak belajar memahami karakter anakanak. Tak mudah membalikan telapak tangan, semuanya butuh proses. Tak ada yang instan, apalagi memahami karakter orang lain.


Tuhan menciptakan manusia unik dengan sifat bawaan yang berbeda serta misi visi tersendiri hidup di dunia.Setiap anak adalah jenius disetiap keahliannya masing-masing. Anak adalah anugerah yang sangat luar biasa yang diberikan Tuhan. Jadi berbahagialah jika kalian sudah mempunyai anak dan menjadi orangtua. Menjadi orangtua adalah panggilan mulia dari Tuhan. Sayangnya, menjadi orangtua tidak ada sekolahnya, seperti menjadi dokter. Menjadi orangtua harus terus belajar hingga akhir hayat. Dan bukan sesuatu yang mudah mennjadi orangtua. Keberhasilan anak ditentukan dengan orangtuanya sendiri. Baik tingkah laku maupun tutur kata. Orangtua adalah contoh bagi anaknya. Anak hanya menirukan apa yang dilihatnya, bukan sekedar ucapan. Waduh... Tibatiba melebar ceritanya. Jadi pengen punya anak sendiri. hehe....


Balik lagi yuk... 
Kemarin aku melakukan evaluasi atas materi yang telah aku berikan. Anakanak sebelumnya sudah aku beritahukan bahwa sekarang agendanya adalah evaluasi atau ulangan. Aku menegaskan pada mereka bahwa aku tak butuh hasil nilai kalian. Aku hanya butuh kejujuran kalian dalam mengerjakan soal yang diberikan. Mereka dengan cekatan meminta lembaran soal dan dengan cekatan mereka mengerjakannya. Aku memberikan soal yang berbeda setiap anak. Tidak maksud apaapa. Hanya ingin mengetahui kemampuan mereka atas apa yang sudah aku berikan. Dengan waktu 30 menit mereka dapat menyelesaikan dengan baik. Ujian selesai.


Setelah ujian selesai, aku menawarkan kepada mereka acara selanjutnya. "Kak, kita cerita aja yuk", sahut Ri'fan.  
Yang lain bersuara kembali "Iya, kita menulis cerita aja, Kak. Boleh nggak kita menulisnya di luaran?", tanya Hakam. 
 "Iya. Boleh.", sahutku. 

Akhirnya aku izinkan mereka menulis di alam bebas alias diluar kelas (saung). Aku mengamati satu persatu gaya mereka untuk mendapatkan inspirasi. Ada yang diduduk dibawah pohon. Ada yang tiduran dipinggir kolam. Ada yang nulis di pokokan. Ada yang memilih tetap di kelas. Beragam dan keceriaan mereka yang luar biasa. Aura kecerian mereka menyihirku. Rasa sedih, kecewaku terhadap duniaku, hilang sirna, setidaknya lupa tak teringat.hehe...

Aku telah jatuh cinta pada mereka. Mereka yang tulus memberikan senyuman. Berbagi cerita. Benar kata Mas Aris, "Anakanak sangat peka terhadap seseorang yang tulus kepada mereka. Mereka akan menyukai kita karena kita tulus menyukai mereka." Dunia anak adalah dunia tanpa beban. Dunia tanpa basa basi. Dunia tanpa topeng. Yang ada hanya dunia ketulusan. Iya, ketulusan untuk saling berbagi dan menciptakan kedamaian. Iya, kedamaian meskipun mereka sempat berselisih paham dan ujungujungnya mereka segera berdamai. Itulah dunia anak. Seharusnya orang dewasa belajar kepada anakanak, terutama para orangtua.


Mei 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar